Wellcome... take a look at Math a bit deeper

pmatanjar.blogspot.com

Thursday, July 22, 2010

Mengajar Dengan Hati

(Oleh: Prof.Dr. Komaruddin Hidayat
Rektor UIN Syarif Hidayatullah)
Dalam Essay Harian Seputar Indonesia Jumat 23 Juli 2010

Bagi seorang guru, ketika datang ke sekolah setidaknya mesti memiliki bekal primer. Pertama, mesti siap dengan materi dengan materi yang akan diajarkan. tanpa kesiapan dan penguasaan materi apa yang hendak disampaikan kepada siswa? Ini juga berlaku bagi seorang dosen. Terlebih ketika menghadapi siswa atau mahasiswa yang kritis, guru atau dosen yang miskin penguasaan materi pasti akan ketahuan dan menurunkan wibawanya di depan kelas. Guru atau dosen yang baik tak kalah rajin belajarnya ketimbang siswa atau mahasiswanya. Hanya saja cara belajarnya berbeda. namun, prinsipnya, guru atau dosen yang berhenti belajar dia juga harus berhenti mengajar.

Hubungan guru murid jauh berbeda dengan hubungan antara montir dan kendaraan rusak yang hendak diperbaiki.Sehebat-hebat dan semahal-mahal harga mobil mutakhir, tak kan mampu megalahkan kepintaranmontirnya sekalipun montir gajinya rendah, karena montir adalah mati, tidak tumbuh dan berkembang.Namun yang dihadapi guru adalah anak-anak dengan potensi yang besar dan bakat yang berbeda-beda. Anak-anak datang dengan mimpi, cita-cita besar dan membawa harapan orang tuanya untuk membangun masa depan yang lebih baik. Oleh karena itu seorang guru termasuk orang tua, mesti menjadi pendengar dan pemerhati yang baik bagi anak-anak. Mesti selalu menambah wawasan tentang perkembangan psikologi dan berbagai temuan metode yang baru dan cocok untuk diterapkan pada anak-anak.


Bekal kedua bagi seorang guru ketika masuk kelas adalah keterampilan menerapkan metode pembelajaran yang tepat, efektif dan menyenangkan. Saya sendiri punya pengalaman pernah memperoleh seorang dosen yang ilmunya dalam dan luas dalam mata kuliah yang dipegang tetapi mengajarnya kurang efektif. Tidak menarik dan tidak efisien. Miskin dalam aspek metodenya. Jadi guru yang baik bukan saja menguasai materi ajar tapi tak kalah penting adalah pengajarannya yang tepat sehingga anak-anaknya akan senang menerimanya.

Dalam sebuah penelitian psikologi pembelajaran disebutkan, jika suasana belajar menyenangkan daya serap anak akan meningkat bahkan berlipat. Coba saja perhatikan, belajar bahasa sambil menyanyi hasilnya akan lebih baik ketimbang model hafalan yang menjemukan. Ini berlaku terutama bagi anak-anak. anak-anak biasanya lebih cepat pintar diajar guru privat profesional ketimbang diajar orang tua sendiri yang mudah marah dan tidak sabaran. Dalam suasana bosan dan tegang otak akan menciut, daya serapnya sedikit.

Berdasarkan konsep di atas maka terkenal konsep joyfull learning. Sebuah pembelajaran yang menyenangkan tetapi bukan berarti santai, tidak serius. Yang ditekankan adalah metodenya yang menyenangkan agar materi yang telah disiapkan dapat diserap secara optimal.
Sejalan degan konsep ini, ruang kelas pun hendaknya di desain sedemikian rupa sehingga terkesan indah dan nyaman.Ruang kelas yang semrawut dan warna cat tembok yang kusam akan mempengaruhi pikiran dan hati siswa yang ikut semrawut.

Bekal ketiga, Di samping penguasaan materi dan metode adalah kesiapan mental berupa cinta kepada anak-anak. Seorang guru yang baik ketika masuk kelas mesti dengan hati. Dengan energi dan vibrasi cinta dengan anak-anak. Mengajar tanpa hati akan terasa hambar. Anak-anakpun tidak akan mendengarkan dengan hati. Kita semua pasti punya pengalaman, guru-guru yang mengajar dengan hati pasti kesannya akan lebih mendalam sekalipun telah berlalu puluhan tahun.

Oleh karena itu pandai-pandailah mengatur dan menjaga hati. Ketika di rumah atau dijalanan muncul rasa kesal, misalnya, maka ketika kaki menginjakkkan halaman sekolah mesti mampu menata hati agar rasa kesal itu tidak terbawa masuk ke ruangan kelas. Mengajar dengan hati kesal pengaruhnya akan dirasakan langsung oleh anak-anak. Akan dirasakan oleh teman-teman sejawat. Pengaruhnya akan terlihat pada air mukanya, pada tutur katanya, pada perilakunya dan ujungnya suasana dan proses pembelajaran tidak efektif. Oleh karena itu penting sekali seorang guru memiliki kecerdasan emosi yang tinggi dan psikologi komunikasi. bahwa dalam komunikasi yang berlangsung tidak sekedar tukar menukar kata dan ide tapi faktor emosi juga akan sangat mempengaruhi. (jst)

No comments: